Senin, 07 September 2009

Plered - Purwakarta

Plered adalah nama daerah di kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dengan luas wilayah sekitar 97.172 Ha (atau sekitar 36,79 KM persegi). jumlah penduduk di kecamatan plered sekitar 65.172 jiwa yang tersebar di 16 desa/kelurahan. Sejarah Plered tidak lepas dari sejarah keramik dan perjuangannya. Wilayah Plered, Cirata, Gandasoli dan Citalang termasuk kota atau desa yang tua di Kabupaten Purwakarta.
Sejarah Plered dan keramik sudah ada sejak jaman Neolitikum. Pada jaman tersebut, sudah ada penduduk yang berdatangan ke daerah Cirata menyusuri sungai Citarum.
Dari hasil penggalian di daerah Cirata ditemukan peninggalan dari batu, kapak persegi, alat untuk menumbuk dan alu dari batu, termasuk ditemukan belanga dan periuk dari tanah liat, juga ditemukan adanya panjunan (anjun) tempat membuat keramik. (Kini barang-barang tersebut tersimpan di Museum Sri Baduga Bandung)

Asal muasal nama Plered mempunyai beragam versi: di antaranya nama tersebut berasal dari masa tanam paksa ketika pada waktu tersebut daerah ini menjadi tempat penanaman kopi yang hasilnya diangkut menggunakan pedati-pedati kecil yang ditarik oleh kerbau (disebut Palered). Pedati pengangkut kopi tersebut dibuat dari papan kayu baik roda mau pun pedatinya, sehingga kuat sekali kalau melalui jalan berlumpur. Pengangkutan kopi tersebut menuju Cikawao Bandung / Jatiluhur yang selanjutnya diangkut menggunakan rakit ke Tanjung Priok menyusuri sungai Citarum.

Kerajinan keramik ini sudah ada sejak zaman penjajahan kolonial Belanda atau mungkin zaman sebelumnya (kerajaan). Ini dibuktikan sebagian besar barang pecah belah (keramik dan gerabah) yang dimiliki masyarakat Indonesia, kebanyakan sudah berumur.
Sejarah pemakaian keramik diawali dengan digantinya atap rumah dari
ijuk, daun kelapa, rumbia, dan sebagainya dengan genting yang terbuat dari tanah liat. Di wilayah Kab. Purwakarta, kerajinan keramik sudah muncul sejak tahun 1795, di mana di sekitar Citalang ada lio (tempat pembuatan genteng dan batu bata). Sejak itu rumah penduduk setempat yang beratapkan ijuk, sirap, daun kelapa, dan alang-alang berubah dan diganti dengan atap genting. Bahkan di sekitar Anjun (Panjunan) sudah dimulai pembuatan gerabah/tembikar. Mulai tahun 1935, gerabah menjadi industri rumah tangga dan pada tahun yang sama pula ada perusahaan Belanda yang membuat pabrik besar bernama Hendrik De Boa di Warungkandang, Plered Purwakarta.

Pada zaman penjajahan Jepang, kerajinan keramik mengalami kemunduran akibat penduduknya bekerja sebagai romusha, terutama sekitar Ciganea dan Gunung Cupu. Sedangkan pabrik De Boa dikuasai dan diganti namanya menjadi Kaki Kojo, tetapi perusahaan itu tetap berjalan. Pada masa kemerdekaan, produksinya nyaris terhenti karena keterlibatan penduduk dalam perjuangan kemerdekaan.

Akhir Desember 1945, tepatnya 29 Desember 1945, industri keramik di Purwakarta berangsur pulih. Apalagi sejak tahun 1950, ketika Bung Hatta (Wakil Presiden RI) membuka resmi induk keramik di Purwakarta di daerah Gonggo, Plered. Pada saat itu didatangkan mesin-mesein dari Jerman dan keramik mencapai masa k
ejayaan karena produksinya sangat tinggi. Selain itu, industri keramik mampu membimbing masyarakat setempat untuk berpindah haluan dari petani menjadi perajin keramik.

Sedangkan tokoh Plered yang "berhaluan" perajin keramik dan gerabah adalah Darma Kapal. Menurutnya, kerajinan keramik di wilayah Plered sudah ada sejak tahun 1904. Waktu itu sudah dibuat gerabah kasar untuk kebutuhan rumah tangga dengan tokohnya Ki Dasjan, Aspi, Entas, Warsya, dan Suhara.

Oleh masyarakat Plered, kerajinan keramik dijadikan suatu keahlian turun temurun. Sehingga tak heran jika mayoritas masyarakat Plered, tua muda, laki-laki dan perempuan begitu menguasai kerajinan keramik, sampai generasi sekarang. Mereka banyak mengalami kemajuan. Hingga tahun 2004/ 2005 sudah terdapat sekitar 164 - 268 unit usaha keramik yang mempekerjakan sekitar 3.000 orang dengan nilai produksi Rp 8,5 miliar lebih/tahun. Produksinya selain untuk permintaan pasar lokal, juga diekspor ke berbagai negara, di antaranya Jepang, Taiwan, Korea, Australia, New Zeland, Belanda, Kanada, Saudi Arabia, Amerika Serikat, dan Latin, Inggris, Spanyol, dan Italia.
Jenis keramik Plered adalah gerabah, terakota dan porselen.

Selain keramik, Plered juga masyhur dengan GENTENG. Ribuan genteng dijemur di hampir setiap titik sisi ja
lan, sekitar Desa Citeko.
Genteng-genteng yang masih basah itu memang sengaja dijemur agar cepat kering.
Genteng-genteng yang biasa diproduksi oleh puluhan pengusaha beraneka ragam, diantaranya jenis genteng kodok, palentang biasa, palentang plat, morando, dan genteng jenis turbo.

Selain itu juga terdapat MAKAM KERAMAT SEMPUR.
Makam keramat Sempur adalah Makam Mama Sempur, seorang tokoh agama Islam yang disegani dan terkemuka, sehingga sekarang banyak pengunjung berziarah ke makam tersebut. Letaknya di Sempur-Plered, 14 km dari kota Purwakarta.

KULINER yang terkenal dari Plered adalah SATE MARANGGI.
SA
TE MARANGGI biasanya terbuat dari daging kambing atau daging sapi. Yang membedakan sate maranggi dengan sate lainnya adalah bumbunya terbuat dari kecap yang memiliki cita rasa paduan manis, asam, dan pedas yang menyentuh lidah kala menikmati sate berbumbu khas ini. Paduan rasa yang menggoda selera ini muncul karena bumbu sate maranggi terbuat dari kecap, sambal cabai hijau ditambah sedikit cuka lahang (cuka yang terbuat dari tebu). Saat disajikan, bumbu kecap itu dilengkapi dengan irisan bawang merah dan tomat segar.Biasanya sate maranggi dihidang dengan ketan bakar atau nasi timbel.

Source:
Pokja Klaster Keramik Plered, Galamedia
Facebook Group: Plered Purwakarta

0 komentar: